Blog
DO MORE ! BERAMAL LEBIH!
- 17/01/2020
- Posted by: Mazfaa
- Category: Artikel
Menjalani kehidupan itu sama dengan bermain seni peran. Ada banyak tokoh. Tinggal kita mau pilih yang mana. Ada yang jadi orang baik, ada yang jadi maling, ada yg jadi ulama, ada yg jadi ilmuan, dan lain sebagainya sehingga kita berhak menentukan mau jadi apa kita nanti .
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. al-Ankabut:64)
Nah sekarang kita intropeksi, sampai sejauh ini, peran apa yang sedang kita mainkan. Perlu diingat dalam sebuah drama tidak semuanya menjadi tokoh utama. Ada pemeran yang sebenarnya dia tidak memerankan peran jahat , tapi dia bukan pemeran kunci. Kehadirannya tidak terlalu berpengaruh di dalam drama tersebut. Dia pemain drama, dia juga berperan baik, namun kehadirannya tidak dikenal. Namanya tidak diingat oleh penonton. Dia baik tapi kebaikannya tidak terlalu memberi pengaruh.
Peran ini harus kita waspadai. Kita kadang merasa sudah “baik” dalam makna yang sangat terbatas. Kebaikan itu relatif. Karena itu dia bertingkat. Sama seperti es teh. Ada teh yang tawar, teh manis, atau manis sekali. Mungkin kita sudah merasa baik. Padahal kebaikan yang kita lakukan masih dalam skala sangat kecil. Kita memang bukan orang jahat, tetapi kita juga bukan orang yang unggul dalam hal kebaikan. Kita bukan pencuri, tetapi kita juga bukan dermawan dari awalnya. Kita merasa sudah menjadi teh manis, padahal kebaikan kita hanya bisa disamakan dengan teh tawar. Ini mengkhawatirkan.
Padahal Allah menciptakan dunia ini sebagai panggung pertunjukan. Siapa yang tampil paling baik, dia yang berhak ke surga. Ini kompetisi, men! Fastabiqul khairat. Berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah menyuruh kita untuk salip-salipan dalam berbuat kebaikan. Saatnya menunjukkan kerja yang paling brilian. Allah berfirman:
“..supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya…” (QS. al-Mulk : 2)
Karena itulah surga bertingkat tingkat, dan orang yang paling banyak pengorbanannya adalah para nabi dan rasul yang akan menempati posisi tertinggi di surga yaitu surga Firdaus.
Jangan mainkan peran jahat tetapi juga jangan memainkan peran baik yang tidak banyak memberi manfaat. Jangan nanggung. Karena terkadang, orang jahat yang ahli dalam kejahatanya justru lebih bernilai. Bukannya membenarkan kejahatanya, namun tingkat keprofesionalannya pantas dihargai.
Contohnya Khalid bin Walid sebelum menjadi muslim, dia adalah panglima perang kafir quraisy yang handal. Dialah yang pernah mengalahkan pasukan muslim di Perang Uhud. Hanya saja, waktu itu Khalid hanya jagoan di tanah arab. Prestasinya masih prestasi lokal, begitu masuk islam, dia menjelma menjadi level dunia. Namanya tercatat sebagai panglima terbaik yang pernah ada. Potensinya melejit justru setelah memeluk Islam. Islamlah (atas izin Allah) yang membuatnya naik level. Dari panglima jazirah arab menjadi panglima dunia yang menyejarah.
Intinya, jadilah aktor utama. Jangan hanya puas memerankan kebaikan sederhana.
Maaf, bukan berarti saya menafikan kebaikan kecil. Bukan berarti pula saya tidak menghargai kebaikan kecil. Sungguh tidak, bahkan Allah akan mebalas kebaikan kita sekecil apa pun. Allah berfirman : “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarrahpun, niscaya dia akan melihat(membalas)nya”. Az-zalzalah : 7-8
Masalahnya kita dibenturkan dengan dua hal: dosa dan usia. Kata orang hidup sekarang susah, di abad modern saat ini, di era mudahnya mendapat informasi, godaan atas keimanan kita semakin besar.
Kalau semakin mudah kita terkena dosa, seharusnya kita semakin banyak berbuat baik. Karena rumusnya, yang bisa mengganti keburukan adalah kebaikan. “Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan susulilah setiap keburukan yang terlanjur dengan kebaikan agar menghapusnya.” (HR Tirmidzi)
Sayangnya, kita tidak mungkin lepas dari dosa. Kita pasti punya kesalahan. Dan itu harus ditebus dengan amal baik. Masalahnya, kalau kita tahu dosa kita banyak, sedang amal kita sedikit, mau ditebus sampai berapa lama? Padahal kita tidak tahu berapa lama kita akan hidup. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umur umatku adalah antara 60 hingga 70. Sedikit dari mereka yang melebihi itu.” (HR Tirmidzi)
Kita kepentok usia, amal yang kita lakukan harusnya lebih berkelas agar amal kita lebih hebat dari dosa kita. Agar usia kita tidak sia-sia.
Ayo berbuat lebih. Dosa kita semakin banyak, usia kita terbatas. Jadilah aktor utama, jangan hanya puas menjadi seonggok manusia dengan peran kecil yang hanya mendekam di sudut ruang peradaban.
-Raisatul Mukminah-