Blog
Tafsir Surat An Nashr
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (An Nashr 1-3)
Surat an-Nashr, dikenal juga dengan sebutan surat at-Taudi’. Surat yang berjumlah tiga ayat ini disepakati oleh para ulama sebagai Madaniyyah ( surat yang turun setelah peristiwa hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah) – walaupun turunnya di Mekkah- dan termasuk surat yang terakhir diturunkan.
Ayat Pertama :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
(Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan).
Pelajaran Pertama : bahwa kemenangan terhadap musuh adalah semata-mata karena karunia Allah, bukan karena besarnya jumlah pasukan, atau lengkapnya persenjataan atau matangnya strategi atau canggihnya teknologi, atau cerdasnya pemimpin. Allah subhanahu ta’ala berfirman :
وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
“ Tidaklah kemenangan itu, kecuali datangnya dari Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana “ ( Qs Ali Imran : 126 )
Begitu juga firman-Nya :
وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“ Tidaklah kemenangan itu, kecuali datangnya dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. “ ( Qs. Al Anfal : 10)
Oleh karenanya, kita wajib memohon pertongan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala saja, bukan kepada selain-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” ( Qs. al-Fatihah : 4)
Ini juga sesuai dengan hadit Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ. قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“ Dari Ibnu Abbas berkata: Aku pernah berada di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam pada suatu hari, beliau bersabda: “Hai anak, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat; jagalah Allah niscaya Ia menjagamu, jagalah Allah niscaya kau menemui-Nya dihadapanmu, bila kau meminta, mintalah pada Allah dan bila kau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah, ketahuilah sesungguhnya seandainya ummat bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan memberi manfaat apa pun selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu dan seandainya bila mereka bersatu untuk membahayakanmu, mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah padamu, pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. (maksudnya takdir telah ditetapkan) ” ( HR Tirmidzi, beliau berkata : Hadits ini hasan shahih ) .
Pelajaran Kedua : bahwa keberhasilan kita di dunia ini, dalam bidang apapun juga semata-mata karena karunia Allah, bukan karena kepandaian kita, atau kesungguhan kita. Oleh karenanya, orang yang berhasil tidak boleh lupa diri dan sombong, tetapi harus mengembalikan segala pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan mengucapkan : “ al-Hamdulillah…segala puji milik Allah, Dialah yang mengijinkan saya berhasil.”
Pelajaran Ketiga : Penaklukan kota Mekkah disebut sebagai pembukaan, bukan pembantaian, karena kota Mekkah ditaklukan dengan cara damai, tidak ada peperangan di dalamnya dan tidak ada pertumpahan darah yang berarti.
Ini menunjukkan bahwa Islam tidak disebarkan dengan pedang dan kekerasan, sebagaimana yang dituduhkan orang-orang Barat, tetapi Islam disebarkan dengan kesadaran dan kedamaian. Peristiwa pembukaan kota Mekkah menjadi bukti nyata dalam masalah ini. Bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wassalam sengaja secara diam-diam dengan penuh kehati-hatian berangkat dengan seluruh pasukannya yang berjumlah 10.000 personil ke kota Mekkah pada malam hari, ketika siang hari mereka isirahat, agar tidak diketahui oleh seorangpun. Itu semua dilakukan agar tidak terjadi bentrok fisik dan pertumpahan darah di kota suci Mekkah.
Ketika beliau dan pasukannya memasuki kota Mekkah tanpa ada perlawan yang berarti dari penduduk Mekkah, beliau memaafkan mereka. Maka berbondong-bondonglah penduduk Mekkah masuk Islam dengan penuh kesadaran.
Pelajaran Keempat : Pembukaan kota Mekkah adalah peristiwa sejarah yang sangat penting, karena sejak itu Islam menjadi kuat dan diakui oleh dunia internasional. Manusia berbondong-bodong masuk Islam dan mengakui kebenaran dan kebesaran Islam. Oleh karenanya, ketika Allah menyebutkan telah datang pertolongan Allah, maka Allah mengulanginya lagi dengan menyebutkan pembukaan Mekkah sebagai salah satu bentuk pertolongan Allah yang begitu agung . “ Jika datang pertolongan Allah dan pembukaan kota Mekkah “
Pelajaran Kelima : Pertolongan Allah terwujud dalam beberapa bentuk, diantaranya :
ü Kemenangan fisik, yaitu kaum muslimin memenangkan peperangan atas orang-orang kafir. Termasuk di dalamnya pembukaan kota Mekkah yang disebutkan dalam ayat ini.
ü Kemenangan hujjah ketika berdialog dengan orang-orang kafir, umat Islam mampu mematahkan hujjah orang kafir, sehingga kebenaran Islam semakin jelas.
ü Kemenangan aqidah tauhid atas aqidah syirik, seperti yang terjadi pada orang-orang yang dimasukkan parit karena mereka mempertahankan aqidah mereka. Mereka memilih kematian dengan tetap memegang aqidah tauhid dari pada hidup dengan kesyirikan. Maka Allah mengabadikan kemenangan tersebut di dalam surat al-Buruj. Kalau itu bukan kemenangan atau pertolongan Allah, maka Allah tidak memuji sikap mereka dan tidak mengabadikannya di dalam al-Qur’an.
Ayat Kedua :
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
( Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk Islam)
Pelajaran Pertama : Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada nabi-Nya bahwa Dia bisa mengalahkan musuh-musuh-Nya. Allah memperlihatkan kepada nabi-Nya bagaimana manusia yang dulunya menentang dakwahnya dan berusaha untuk memadamkan ajarannya, sekarang mereka berbondong-bondong masuk Islam. Tentunya pemandangan seperti sangat menggembirakan Rasulullah yang selama ini menginginkan agar manusia ini mendapatkan hidayah dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Pelajaran Kedua : Ketika kota Mekkah berhasil dikuasi oleh kaum muslimin, orang-orang Arab berkata: “Bila Muhammad berhasil mengalahkan para penduduk kota suci (Mekkah), padahal dulu mereka dilindungi oleh Allah dari pasukan Gajah, maka tidak ada kekuatan bagi kalian (untuk menahannya).” Maka mereka pun memeluk Islam secara berbondong-bondong.
Pelajaran Ketiga : peristiwa masuknya manusia ke dalam ajaran Islam secara berbondong-bondong ini dikuatkan dengan hadist Amr bin Salamah, ia berkata:
وَكَانَتْ الْعَرَبُ تَلَوَّمُ بِإِسْلَامِهِمْ الْفَتْحَ فَيَقُولُونَ اتْرُكُوهُ وَقَوْمَهُ فَإِنَّهُ إِنْ ظَهَرَ عَلَيْهِمْ فَهُوَ نَبِيٌّ صَادِقٌ فَلَمَا كَانَتْ وَقْعَةُ أَهْلِ الْفَتْحِ بَادَرَ كُلُّ قَوْمٍ بِإِسْلَامِهِمْ وَبَدَرَ أَبِي قَوْمِي بِإِسْلَامِهِمْ
“ (Dahulu) bangsa Arab menunggu-nunggu al Fathu (penaklukan kota Mekah) untuk memeluk Islam. Mereka berkata: “Biarkanlah dia (Rasulullah) dan kaumnya. Jika beliau menang atas mereka, berarti ia memang seorang nabi yang jujur”. Ketika telah terjadi penaklukan kota Mekkah, setiap kaum bersegera memeluk Islam, dan ayahku menyegerakan ke-Islaman kaumnya . ( HR Bukhari )
Pelajaran Keempat : Sebagian dari manusia tidak mau percaya kepada hal-hal yang baru sehingga mendapatkan bukti yang kuat terhadap yang di yakininya. Pembukaan kota Mekkah merupakan bukti yang kuat bahwa Islam adalah agama yang benar, dan bahwa Muhammad adalah benar-benar utusan Allah. Maka sejak pembukaan kota Mekkah tersebut, penduduk Jazirah Arab berbondong-bondong masuk Islam.
Ayat Ketiga
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
(Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat)
Pelajaran Pertama : kita diperintahkan untuk memuji Allah dan beristighfar ketika berhasil membuka kota dan menaklukan musuh. Pujian dan istighfar ini diwujudkan dengan melakukan sholat sunnah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri melakukan shalat delapan raka’at pada hari penaklukan kota Mekkah. Beliau mengucapkan salam pada setiap dua raka’at di hari penaklukan kota Mekkah. Demikian pula yang dilakukan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu pada hari penaklukan kota Madain yang merupakan ibu kota Imperium Persia.
Pelajaran Kedua : Sebagian ulama mengatakan bahwa sholat yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika pembukaan kota Mekkah adalah sholat Dhuha, karena dilakukan pada waktu Dhuha dan bukan sholat karena kemenangan. Mereka mengatakan bahwa sholat Dhuha dilakukan ketika ada kejadian-kejadian tertentu, seperti ketika datang dari bepergian atau ketika berkunjung ke rumah saudaranya dan lain-lain.
Pelajaran Ketiga : Surat an-Nashr dan pembukaan kota Mekkah ini merupakan tanda mulai berakhirnya tugas nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai utusan Allah sekaligus sebagai tanda dekatnya ajal dan kematian beliau. Inilah yang dipahami oleh Umar bin Khattab dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwa ia berkata :
“Dahulu Umar memasukkan diriku bersama orang-orang tua yang ikut serta dalam perang Badar. Sepertinya sebagian mereka kurang menyukai kehadiranku. Ada yang berkata: “Kenapa (anak) ini masuk bersama kita. Padahal kita juga punya anak-anak seperti dia? ” Umar menjawab,”Sungguh, kalian mengetahui (siapa dia),” maka suatu hari Umar radiallahu’anhu memanggilku dan memasukkanku bersama mereka. Tidaklah aku berpikir alasan beliau mengundangku, selain ingin memperlihatkan kapasitasku kepada mereka.
Beliau berkata (kepada orang-orang): “Apakah pendapat kalian tentang firman Allah: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ? Mereka menjawab,”Allah memerintahkan kami untuk memuji dan memohon ampunan kepada-Nya, manakala pertolongan Allah telah tiba dan sudah menaklukkan (daerah-daerah) bagi kita.” Sebagian orang terdiam (tidak menjawab). Kemudian ‘Umar radhiallahu’anhu beralih kepadaku: “Apakah demikian pendapatmu, wahai Ibnu Abbas?” Aku (Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu ) menjawab, ”Tidak!”.
Umar bertanya,”Apa pendapatmu?” Aku (Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu ) menjawab,”Itu adalah (kabar tentang) ajal Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam . Allah Ta’ala memberitahukannya kepada beliau. Allah Ta’ala berfirman : إذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُDalam keadaan seperti itu terdapat tanda ajalmu, maka bertasbihlah dan mintalah ampunan kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat.”
Umar radhiallahu’anhu berkomentar: “Tidaklah yang kuketahui darinya (surat itu), kecuali apa yang engkau sampaikan”. ( HR Bukhari )
Pelajaran Keempat : bahwa surat an-Nashr ini termasuk surat yang terakhir turun kepada nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah, bahwa ia berkata :
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ قَالَ قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ تَعْلَمُ ( وفي لفظ: تَدْرِي ) آخِرَ سُورَةٍ نَزَلَتْ مِنْ الْقُرْآنِ نَزَلَتْ جَمِيعًا قُلْتُ : نَعَمْ . إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ قَالَ صَدَقْتَ
Dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, ia berkata : Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu bertanya kepadaku: “Engkau tahu surat terakhir dari al Qur`an yang turun secara keseluruhan?” Ia menjawab: “Ya, idza ja`a nashrullahi wal fath”. Beliau menjawab: “Engkau benar” ( HR Muslim )
Pelajaran Kelima : Sejak turun ayat ini, ketika melakukan sholat, khususnya dalam keadaan ruku’ dan sujud, Rasulullah selalu membaca : ” Subhanaka Rabbana wa bihamdika Allahummaghfirli “ (Maha Suci Engkau, Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah aku)”.
Di dalam riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha , bahwasanya beliau berkata :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَّا يَقُولُ فِيهَا سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha , ia berkata: “Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat setelah turunnya surat ini, kecuali membaca Subhanaka Rabbana wa bihamdika Allahummaghfirli (Maha Suci Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah aku)”.( HR Bukhari dan Muslim )
Pelajaran Kelima : Kenapa ketika mendapatkan kemenangan dan keberhasilan, kita diperintahkan untuk mensucikan nama Allah seraya bertahmid memuji kebesaran Allah serta beristighfar memohon ampun atas segala dosa kita ? Karena dalam perjalanan menuju kemenangan dan keberhasilan tersebut, seringkali kita melakukan kesalahan-kesalahan, baik yang sengaja maupun yang tidak sengaja. Begitu juga kita dalam beramal dan beribadah untuk mencari ridha Allah tidaklah pernah sempurna, pasti ada kekurangan dan kekhilafannya. Oleh karenanya kita beristighfar dari segala kekurangan tersebut.
Berkata Syekh as-Sa’di di dalam tafsirnya ( 1/92 )
أمر تعالى عند الفراغ منها باستغفاره والإكثار من ذكره، فالاستغفار للخلل الواقع من العبد، في أداء عبادته وتقصيره فيها، وذكر الله شكر الله على إنعامه عليه بالتوفيق لهذه العبادة العظيمة والمنة الجسيمة. وهكذا ينبغي للعبد، كلما فرغ من عبادة، أن يستغفر الله عن التقصير، ويشكره على التوفيق
“ Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan ketika selesai melakukan ibadah (wukuf di mina atau mabit di muzdalifah) untuk beristighfar dan memperbanyak dzikir. Adapun istighfar untuk menutupi kekurangan yang dilakukan hamba di saat menjalan ibadah kepada-Nya dan ketika tidak melakukannya secara maksimal. Adapun berdzikir adalah sebagai bentuk syukur kepada-Nya atas nikmat taufik bisa menjalankan ibadah yang sangat agung ini. Dan beginilah seharusnya yang dilakukan seorang hamba, setiap menyelesaikan suatu ibadah hendaknya beristighfar terhadap kekurangan dan bersyukur terhadap taufik dari Allah. “
Pelajaran Keenam : Selain pada saat mendapatkan kemenangan atas musuh-musuh kita, perintah bertasbih, bertahmid dan beristighfar ini juga ditujukan ketika kita menyelesaikan ibadah-ibadah lainnya, seperti ibadah haji dan ibadah sholat ;
(1) Ketika menyelesaikan ibadah haji, khususnya setelah wukuf di Arafah atau Mabit di Muzdalifah. Allah berfirman :
ثمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا
“ Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu.” ( Qs.al-Baqarah : 199-200 )
(2) Ketika menyelesaikan ibadah sholat, kita diperintahkan untuk beristighfar dan bertasbih. sebagaimana dalam hadist Tsauban radhiyallahu’anhu dia berkata :
كَانَ رَسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاثَاً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai melaksanakan shalat beristighfar tiga kali.”(HR. Muslim, 591)
* Dikutib dari tulisan Dr. Ahmad Zain An Najah, MA